Pages

Eksploitasi Perempuan dalam Cita-cita Kesetaraan Gender




Para tokoh pergerakan tempo dulu yang terus menggelorakan kesetaraan gender sampai akhir hayatnya. Seperti RA Kartini, Dewi sartika, Roehana koeddus, Maria walanda dan punggawa perempuan lainya, tentulah mempunyai niatan dan maksud tertentu. Yang terutama dan yang paling utamanya adalah membikin satu paradigma bagi rakyat banyak tentang makna sebuah emansipasi yang menjadi cita-cita luhur untuk bangsa ini, yakni mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan di bumi indonesia.

Cita-cita yang mulia tentang emansipasi bukan hanya untuk massanya saja, bukan untuk zaman kelam tentang babad tanah nusantara belaka, Tetapi lebih jauh dari pada itu. Sebab, penindasan dan eksploitasi manusia atas manusia teruma kaum perempuan sudah di praktekan sejak ratusan tahun yang lalu pada sejarah peradaban umat manusia di muka bumi.

Lantas sudah sejauh mana pengamalan atas ajaran-ajaran para tokoh pejuang keadilan dari rentetan sejarah pada konteks sekarang. setelah sekian lama berjuang, membantingkan badan ke kanan dan ke kiri, memeras keringat dan fikiran. Sampai darah dan nyawa mereka abdikan untuk kemerdekaan bangsa dan negara indonesia tercinta supaya terbebas dari kebiadaban penjajah zaman dulu. yang seharusnya terus di jalankan sebagai kerangka berfikir dan berpijak para generasi sekarang ini supaya dunia kita terang benerang, apa yang sudah menjadi konsep manifesto pemikiran bunda kartini  tentang sebuah untaian “habis gelap terbitlah terang” bisa di wujudkan oleh bangsa ini.

Perjalanan spiritual para gladiator bangsa sebagai mahluk mulia atas sumbangsih dan dedikasinya, meski di jadikan referensi penting dalam kamus kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Bangsa yang kian rapuh atas demoralisasi perilaku generasi muda sekarang yang semakin jauh dari harapan dan cita-citanya.

Ibarat kata api semakin jauh dari panggangnya. Mungkin itu kalimat yang pas di sematkan pada realiata kehidupan hari ini. Karena seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan massifnya teknilogi informatika tentang semua hal yang tidak terkontrol . Terutama dengan semakin banjirnya prodaksi lagu-lagu yang di hasilkan oleh para genuin sang inspirator pencipta lagu di era kekinian tentunya, sering kali menyudutkan kaum perempuan menjadi objek sexsuality oleh para kaum laki laki.

Apa yang di komunikasikan oleh para pembawa lagu dengan lirik-liriknyapun begitu kuat mencengkram ideologi konsumenya, yang kemudian akhirnya menjadi satu hegemonik yang menyesatkan tentang suatu pemahaman “atau dis metodologik” akan muatan seksisme dan stereotype negatif perempuan yang seakan-akan benar dan wajar adanya perempuan itu di jadikan mangsa bagi para predator seksual.

Potret lagu-lagu yang menggambarkan relasi percintaan antara perempuan dan laki-laki yang di hasilkan oleh para musisi terus di eksploitasi tak habis-habisnya dan menjadi kerangka inspirasi penciptaan syair lagu berikutnya dengan segenap tenaga dan fikiran membikin lagu-lagu yang "selemah dan selebay mungkin".

Kenyataan bias gender yang di tampilkan dalam lirik lagu tersebut selalu menposisikan perempuan sebagai  objek yang salah, di rendahkan martabatnya, negatif, bergantung pada laki-laki, menjadi simbol sexs. Semua itu akan menjadikan kaum perempuan sebagai sosok mahluk yang nista. Sebaliknya, kaum laki-laki pada gambaran yang ada sangatlah mendominasi, selalu aktif, terlihat macho, subyek yang kuat, maha raja diraja, sumber solutif atas problematika asmara dan urusan hidupnya.

Industri musik indonesia yang di monopoli oleh korporasi raksasa dunia yang semakin mengumbar nafsu itu, bak rahwana yang sedang mengamuk karena terjangkit  syaitan. Seperti warner musik grup, EMI grup dan sony BMG musik entertainment. Terus menggalakan lewat para seniman musik indonesia  agar lagu-lagu yang di racik dan di desain segalau mungkin tersebar luas di masyarakat sampai mendarah daging dalam hidup keseharian mereka.

Pendengar benar-benar di arahkan untuk menagkap pesan cabul dalam isi lagu tersebut. Persyetan siapa yang mendengarkanya, mau anak-anak di bawah umur sekalipun, yang penting bombastis dan heboh dulu agar mudah untuk di ingat dan masuk di kepala pendengar. Belum lagi cara berkomunikasi di atas panggung saat artis dan biduan menyanyikan atau membawakan lagu-lagu, sangatlah jorok, erotis plus bergaya persetubuhan. Sebuah tuntutan profesikah, tekanan sang menegerkah. Yang pasti itulah fenomena yang terjadi pada dunia musik kita hari ini, yang sangat menjijikan di tampilkan di ruang-ruang public dan tentu di lihat orang masyarakat luas.

Lalu kemana arah cita-cita kesetaraan gender yang mulia itu, Sudah terbukti ketika paparan di atas di simpulkan. yaitu mewujudkan insan yang berbudi luruh, progresif, cakap dan mempunyai integritas intelektual yang tinggi adalah harga mati menjadi sebuah cita-cita para founding fathers kita dalam memperjuangkan cita-citanya tersebut. kita semua yakin dan sadar, mereka mempunyai satu keyakinan akan falsafah sebuah bangsa. “bangsa yang tiada cita-cita yang kuat yang tertanam dalam jiwanya, adalah sebuah bangsa yang mati sebelum kematian dan kehancuran menjemputnya”.

Maka dari itu, sebagai kaum yang insyaf akan sebuah keadaan, otomatis harus waras dan jeli melihat ketidak beresan dan ketimpangan pada tatanan sosial. Kita harus berani melakukan long mach pemahaman, konsolidasi membangun kesatuan paradigma masyarakat. mau melakukan gerakan-gerakan untuk terus menyauarakan kesetaraan gender dalam segala leading sektor. Bahwa tidak melulu perempuan terjerat sebagai mahkluk domestik yang Cuma sanggup bergerak di ruang pemahaman klasik antara sumur, dapur dan kasur atau jerat kemiskinan, kebodohan yang mengarah kaum perempuan itu sendiri pada jurang pergundikan dan ketidak adilan.

Para seniman musiknya, pekerja seninya, pelaku industri kreatif dalam hal ini baik perempuan maupun laki-laki harus mulai menciptakan karya-karya yang mendidik masyarakat (musik, sastra, gambar, film dan sebagainya) yang tidak merendahkan harkat martabat kaum perempuan, tidak bias gender apalagi sampai terang-terangan mengumbar seksualitas. Peran dan dukungan pemerintahpun harus sepenuhnya totalitas pro aktif bertindak secepatnya meng-counter masalah yang sedang menjalar di semua bidang tentang kesetaraan gender khususnya sektor industri musik di kita. Harus berani melawan coptasi korporasi raksasa itu, rakyat kita jangan di biarkan berdiri sendirian melawan gempuran tersebut.

Pemerintah harus membentuk peraturan perundang-undangan terkait prodak lagu. Lagu yang akan di orbitkan oleh para musisi harus mempunyai label SNI (standar nasional indonesia) yang tentunya sudah melalui proses ketat verifikasi berlandaskan asas cita-cita bangsa. konteks inipun harus terstruktur, sistematis dan massif dalam rangka melawan konspirasi para iblis yang akan memborbardil dan menghancurkan dengan begitu sadisnya pertahanan mentalitas bangsa ini.

Tegaskan dan yakinkan masyarakat kita. Bangunkan badanya, bangkitkan jiwanya untuk indonesia yang mulia. Canangkan selalu kepada rakyat kita, bahwa musuh yang sesungguhnya yang kita hadapi adalah mereka para manusia bengis dan najis yang akan menindas kita, yang akan menghancurkan kita dan merebut kedaulatan tanah air dan bangsa kita. Ini perlunya revolusi mental yang harus di jalankan oleh pemerintah dalam membendung kekuatan jahat tersebut. Karena “sebuah kekuatan yang terorganisir, tersistem dan terstruktur. akan lebih sakti, makin ampuh lagi dari pada kekuatan yang tidak ter’meneg”.

Tsabit Andre habibi.
Binangun. Pataruman. Kota Banjar.
19.12.15






























Unknown

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.